Indonesian Women's Forum 2023 Ajak Lindungi Kearifan Lokal, Kunci Kemandirian Pangan Indonesia

Indonesian Women's Forum 2023, IWF 2023 30 December 2023

Kekayaan Indonesia tidak terbatas pada budaya dan sumber daya alamnya. Pulau-pulau Nusantara yang berjajar dari timur hingga barat di garis ekuator juga memiliki kekayaan pangan warisan yang tak ternilai. Kekayaan pangan Indonesia ini telah disaksikan sendiri oleh Helianti Hilmanfounder Javara Indonesia yang berdiri sejak tahun  2009. Pada Kelas Inspirasi Indonesia Women’s Forum (IWF) 2023 bertema "Menjaga Keragaman Pangan Indonesia untuk Masa Depan Indonesia", Helianti berbagi cerita mengenai pengalamannya mengelola pangan nusantara yang kaya rasa, kaya kealamian, dan kaya budaya.


Keanekaragaman dari Lanskap Negeri

Keanekaragaman hayati di Indonesia, menurut Helianti, tidak lepas dari kondisi lanskap Indonesia. Dengan bentuk negara kepulauan, deretan gunung hingga lautan, semuanya menjadi satu menghasilkan karakteristik bahan makanan yang berbeda. Keanekaragaman hayati Indonesia pun menjadi nomor satu di dunia ketika dikombinasikan antara daratan dan lautan.

Helianti menyebutkan bahwa di setiap lahan yang berbeda di Indonesia, pasti memiliki potensi pangan. Contohnya, bagi penduduk atau suku asli suatu daerah, hutan hujan seperti supermarket, tapi tanpa tagihan. Begitu masuk ke dalamnya, mereka dapat menemukan atau mengetahui apa saja bahan-bahan makanan alami untuk mereka konsumsi.

Lalu, dalam satu meter persegi kawasan mangrove saja, ada minimal 20 jenis makanan yang bisa dimanfaatkan. Seperti, kepiting bakau, kerang, hingga tanaman buah nipah. Lahan kering, seperti di kawasan Gunung Kidul, pun dapat jadi tempat tumbuhnya tanaman pangan sorgum, kacang-kacangan, lontar. Dan, padi di Indonesia terdiri dari ribuan jenis yang tumbuh di habitat beragam. Ada padi rawa-rawa, padi sungai, padi yang tumbuh di pinggir pantai, hingga padi yang dibudidayakan di atas danau.

“Tidak ada satu pun ekosistem di Indonesia yang tidak berlimpah dengan bahan makanan. Karena, setiap lahan memiliki karakteristik yang berbeda-beda,” tegas Helianti. “Jadi, ketika ada kasus stunting di Indonesia, sebenarnya bukan karena kita mengalami krisis pangan, tapi krisis identitas. Kita terbawa arus globalisasi yang mendoktrin apa saja bahan makanan yang dapat dimakan. Sehingga, wawasan pangan kita ‘terputus’ dari warisan nenek moyang.”

Belajar memasak nasi biru dari beras, rempah, minyak kelapa, bunga telang organik, serta garam artisan Bali


Budaya Pangan

Potensi besar Indonesia memang terletak pada kekayaan hayati pangan yang unik dan khas. Berbagai suku di daerah memiliki resep dan teknik khas dalam menanam, memelihara, mengolah, dan menyajikan pangan yang turun-temurun.

Helianti mencontohkan ketika dia berada di Papua, perempuan Papua yang ia temui mengajarkan cara menanam umbi-umbian yang dijualnya. Caranya pun sederhana, cukup dipotong dari tanaman sebelumnya, lalu ditancapkan ke tanah dan dibiarkan selama empat bulan sebelum dipanen. Mereka percaya alam yang akan memelihara dan merawat tanaman tersebut.

“Jadi, sebenarnya, program food security atau kedaulatan pangan di Indonesia bukan hal sulit karena alam Indonesia secara alami sudah menyediakan banyak bahan pangan. Tinggal, mencari yang cocok dengan karakteristik masyarakat Indonesia,” kesimpulan Helianti.

Helianti juga mengungkapkan bahwa kearifan lokal atau budaya pangan Indonesia sebenarnya sudah lebih ‘dulu’ dibanding tren global. Sebagai contoh, bunga kecombrang di Kosta Rika hanya menjadi dekorasi, sementara di Indonesia sudah mengonsumsinya sejak lama. Menu edible flower yang sedang jadi tren di dunia global sebenarnya bukan hal baru bagi penduduk Indonesia. Orang Indonesia sudah sejak dulu mengonsumsi bunga sebagai bahan pangannya.

Keberagaman pangan Indonesia pun bukan hanya menjadi kekayaan budaya, tetapi juga solusi kesehatan yang penting. Setiap jenis pangan memiliki kandungan nutrisi unik yang memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh. Misalnya, rempah-rempah di Indonesia memiliki sifat antiinflamasi dan antioksidan. Pangan lainnya juga ada yang dapat mengurangi diabetes, tekanan darah tinggi, gluten intolerance. “Mau sakit apa saja, solusi sehatnya ada di pangan Indonesia,” ujar Helianti.




Peran Wirausaha

Namun, upaya untuk menjaga keragaman pangan ini tidaklah mudah. Tantangan yang dihadapi, seperti kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga keragaman pangan, perubahan iklim yang memengaruhi pola tanam, serta kurangnya akses pasar bagi produk-produk pangan lokal.

Helianti bercerita ketika jalan-jalan ke hutan Papua, ranger-nya tidak membawa perbekalan apa pun. Ternyata, untuk makanan, mereka mengambilnya dari dalam hutan tersebut. Seperti, buah nipah yang dapat menjadi gula atau garam. Ada juga sejenis ilalang yang direndam dan dijemur, lalu mengeluarkan kristal-kristal yang ternyata menjadi garam.

“Ilmu mengolah pangan ini bisa dibilang tingkat ‘dewa’. Bayangkan kalau ilmunya sampai hilang. Itulah pentingnya kehadiran para entrepreneur Indonesia yang akan menjadi guardian untuk mengawal keragaman pangan Indonesia,” kata Helianti

Oleh karena itu pula, Helianti mendirikan Javara sejak tahun 2009 guna menghidupkan kembali keragaman pangan di Indonesia. Dengan pengalaman selama 15 tahun, Heili berbagi kiat membawa pangan tradisional Indonesia menembus pasar internasional.

“Pertama, inovasi. Kedua, jadikan keragaman budaya pangan sebagai pemikat. Lalu, lakukan sertifikasi dan standardisasi. Kemudian, gunakan teknologi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas. Serta, storytelling sebagai pembeda produk budaya dan industri.”

Di akhir acara, setiap peserta mendapat kesempatan menikmati Nasi Biru Aromatik dari Javara. Hidangan yang terbuat dari beras organik, rempah, minyak kelapa organik, garam artisan Bali, serta bunga telang organik ini melambangkan permintaan maaf dan terinspirasi dari Nasi Kapuranto khas Yogyakarta, menjadi penutup yang sempurna Kelas Inspirasi IWF 2023 tentang keanekaragaman pangan Indonesia.(f)